Seperti
 yang kita ketahui bahwa indie brasal dari kata independent yang artinya
 mandiri atau berdiri sendiri. Kalau dikaitkan dalam sebuah band berarti
 band indie merupakan sebuah grup yang berdiri sendiri secara mandiri 
terutama dari segi pendanaan. Itu sejauh yang aku tahu. Sekarang ini 
khususnya di Indonesia banyak band mayor yang dengan bangga mengatakan 
dirinya indie (tentu saja berani demikian, toh udah kaya bo hasil dari 
mayor label tuh ). Padahal banyak hal yang menyulitkan dalam sebuah kata
 “indie” khususnya bagi mereka yang benar- benar indie band dengan 
segala sebab terutama pendanaan, kecuali emang mereka band mampu dan 
kaya raya. Ada yang mengatakan band indie memiliki prinsip yang kuat dan
 mengakar dalam sebuah idealisme bermusik, memiliki jalurnya sendiri, 
penuh inovatif namun mati dalam penyebarannya. Ada yang mengatakan band 
indie “band yang tak jelas” arah tujuan dalam bermusik, genre apakah 
yang mereka ciptakan / bawakan ? komersilkah ? dan itu semua memunculkan
 perdebatan panjang yang tidak membuahkan solusi yang pasti. Biasanya 
mereka berkarya berawal dari tujuan pribadi alias sekedar hobi. Namun 
pada kenyataannya, dengan sedikit keberuntungan dan waktu yang tepat, 
atas nama independen bermusik sebuah band dapat dikenal masyarakat luas 
karena “kejeniusan” mereka bermusik. So, mungkin itu yang bisa aku 
simpulkan asal band indie. Dan siapapun juga yang memiliki kreatifitas 
dalam bermusik namun bersifat segmented, mereka bisa dikatakan 
independent. Karena memang seperti itulah kenyataannya.
Seperti diketahui, Indie memang berasal dari kata Independent. Namun harus dibedakan antara independen sebagai:
(1) Status artis/band atau minor label yang tidak dikuasai/dikendalikan major label 
(2) independen dalam konteks indie sebagai subkultur dan genre musik.
Untuk pengertian:
 (1), sejarahnya dimulai sejak awal abad 20 
dengan kemunculan minor label seperti Vocalion atau Black Patti yang 
kala itu berupaya mengikis dominasi major label semacam Victor, Edison, 
dsb. Walaupun independensi pada pola dan jaman itu tidak menjalin akar 
dengan pengertian.
 (2), mereka bertendensi serupa sebagai antitesis mainstream dengan merilis musik kaum minoritas seperti blues, bluegrass, dsb.
 Tapi saat itu yang terjadi sekadar rivalitas antara kapital kecil 
melawan kapital besar dan pergerakannya tidak bersifat integral. Lalu di
 era 50-an mulai berkembang wacana independen untuk memerdekakan 
kreativitas dari intervensi kepentingan industri. Kendati demikian, 
kondisi yang tercipta tidak menghasilkan karakter signifikan. 
Bipolarisasi terhadap arus utama belum terwujud. Mereka memang 
berproduksi secara minor tapi iramanya masih mengacu ke pola major label
 juga. Walaupun bermotif kebebasan berekspresi, mereka hanya independen 
secara kapital dari major label namun orientasi musiknya tetap setipe 
major label.
Kecenderungan awam dalam menyikapi istilah indie 
adalah menyamaratakan semua yang independen sebagai “indie”. Dengan 
demikian itu hanya bertumpu ke unsur kata (independen) saja sebagai 
kemerdekaan secara harafiah dan tanpa batas. Ada pula yang 
mempertanyakan “indie” dalam kapasitasnya sebagai kebebasan mutlak. 
Padahal independensi dalam wacana (2) sangat berbeda dengan (1)
 Artinya istilah indie sesungguhnya masih merujuk ke spesifikasi 
tertentu. Indie akan mampu dipahami secara proporsional bila ditelusuri 
ke konteks historis atau wacana terjadinya pembentukan istilah itu. 
Namun jarang ada media yang mau menggali lebih dalam. Sehingga “indie” 
cenderung dikotakkan sebagai musik laris manis yang cocok bagi selera 
awam. Sedangkan musik indie sesungguhnya yang underrated malah 
diabaikan. Hal semacam itulah yang kerap menimbulkan miskonsepsi publik 
bahwa “indie” semata-mata pola kerja dan kemurnian idealisme. Bagaimana 
bila sebuah band beridealisme mainstream tapi mereka berproduksi secara 
swadaya? Apakah itu termasuk indie? Tentu tidak. Karena independen 
secara minor label atau self-released tidak menjamin artis/ label itu 
berkarakter indie. Karena seseorang yang berjiwa mainstream pun bisa 
saja menghasilkan karya berkarakter mainstream tapi dikemas secara 
Do-It-Yourself dengan dalih kebebasan ekspresi atau budget minim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar